Jumat, 09 Oktober 2009

JURNAL - ULAR

1. ULAR TIDAK BERBISA

Elaphe radiata

Species : Elaphe radiata Schlegel, 1837
N.I. : Copperhead Racer, Striped Racer, Ular Trawang, Ular Lanang Sapi (Jawa), Ular Tikus.
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna kekuningan, dengan empat garis longitudinal berwarna hitam pada bagian tubuh depan
- Tubuh bagian depan belakang berwarna kuning
- Tubuh bagian ventral berwarna kuning
- Terdapat garis hitam dari mata dan melintang pada bagian belakang kepala
- Panjangnya ± 2000 mm
- Pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
b. Habitat : Darat, lading
c. Aktivitas : Diurnal, siang hari
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Burung dan Tikus
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan


Elaphe flavolineata

Species : Elaphe flavolineata Schlegel, 1837
N.I. : Common Racer, Ular Kopi (Jawa), Ular puspo brele (Jawa).
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau keabu-abuan dengan tanda hitam persegi panjang yang belang dengan putih bagian depan
- Terdapat garis hitam longitudinal pada bagian vertebral (tulang belakang)
- Tubuh bagian belakang berwarna coklat gelap atau hitam
- Tubuh bagian ventral berwarna kuning, coklat atau kehitaman
- Panjangnya ± 2400 mm
- Pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
b. Habitat : Darat -lading
c. Aktivitas : Diurnal - siang hari
d. Makanan : Kadal, katak dan burung
e. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Penang

Ptyas korros

Species : Ptyas korros Schlegel, 1837
N.I. : Indian Rat snake, Ular kayu (Jawa), ular koros, ular sayur
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna coklat atau coklat kehijauan
- Sisik tubuh bagian belakang kuning dengan garis hitam disekeliling tiap sisiknya.
- Tubuh bagian bawah (ventral) berwarna kuning.
- Mata bulat, besar dan hitam.
- Pada yang muda terdapat garis-garis putuh pada bagian tubuh atas (dorsal).
- Panjangnya 300 mm – 1700 mm
b. Habitatnya : Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon
c. Tipe gigi : Aghlypa
e. Aktivitas : Diurnal
f. Makanan : Tikus, kodok, katak dan burung
h. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan

Ptyas mucosus

Species : Ptyas mucosus
N.I. : Banded Rat Snake, Bandotan Macan, ular dumung macan (Jawa)
a. Ciri-ciri:
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan atau kehijauan (olive)
- Terdapat garis-garis vertical hitam pada begian kepala (bibir) dan belakan
- Tubuh bagian ventral berwarna putih
- Mata bulat, besar,hitam
- Pada yang muda terdapat garis-garis terang pada bagian depan
- Panjang ± 50 mm – 2500 mm
b. Habitat : Darat (semak-semak), persawahan/lading
c. Aktivitas : Diurnal
d. Tipe gigi : Aghlypa
e. Makanan : Tikus, kodok, katak dan burung
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Singapore, Malaysia, China Selatan, Siam,Burma,

Lycodon aulicus

Species : Lycodon aulicus Linne, 1754
N.I. : Common House Snake, Wolf Snake, Sowo Emprit (Jawa), ular rumah
a. Ciri-ciri :
- Tubuh berwarna abu abu degan banyak titik – tiktik putih diseluruh tubuh
- Tubuh bagian ventral berwarna putih
- Kepalanya oval dengan leher bergaris putih
- Mata bulat besar
- Panjangnya ± 500 mm – 750mm
b. Habitat : Darat, suka menempel di dinding rumah
c. Aktivitas : Noctural, malam hari
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Cicak
f. Populasi : Hampir ada di seluruh kepulauan

Xenopeltis unicolor

Species : Xenopeltis unicolor Reimwald, 1827
N.I. : Iridescent Earth Snake, Sunbeam Snake, Ular Pelangi, Ular wlingi (jawa)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau kehitaman jika tubuhnya terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi
- Tubuh bagian ventral berwarna putih
- Kepalanya pipih
- Mata bulat besar
- Panjangnya ± 700 mm – 1000 mm
b. Habitat : Darat, peliang (di dalam tanah)
c. Aktivitas : Noctural, malam hari
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Ular, cacing, katak
f. Populasi : Nias, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Penang,

Gonyosoma oxycephala

Species : Gonyosoma oxycephala Boie,1827
N.I. : Red-tailed Racer, Dak Awu, Gadung Luwuk/Gadung Perak.
a. Ciri-ciri :
- Tubuh berwarna hijau dari kepala batas ekor, untuk yang perak dari leher hingga ujung ekor berwarna perak abu – abu
- Ekor berwarna abu - abu
- Kepala oval
- Mata horizontal, panjangnya ± 2500 mm
b. Habitat : Pepohonan, arboreal
c. Aktivitas : Diurnal, siang hari
d. Makanan : Katak, tikus, burung, telur
e. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan


Dendrelaphis pictus

Species : Dendrelaphis pictus
N.I. : Painted Bronzeback, Ular Tampar (Jawa), Ular Tali Picis, Ular Lidi
a. Ciri-ciri :
- Tubuh coklat dan ada 2 garis hitam memanjang dari kepala ke ekor
- Bagian bawah terdapat garis kunig memanjang hingga ekor
- Jika marah, muncul bintik putih di leher
- Lidah berwarna merah
- Kepala oval
- Mata horizontal, panjangnya ± 1000 mm
b. Habitat : Pepohonan, arboreal
c. Aktivitas : Diurnal, siang hari
d. Makanan : Katak, tikus, belalang, cicak, jangkrik
e. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan, sulawesi, papua
f. Type bisa : Jika menggigit manusia tidak berbahaya, tetapi racun nya sangat mematikan untuk sesama ular.

Xenocrophis piscator

Species : Xenocrophis piscator Schlegel, 1837
N.I. : Chequered Keelback, Bandotan Tutul dan Bandotan Tunggal (Jawa)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna kuning atau coklat kehijauan (olive) dengan tanda hitam berbentuk S berwarna hitam pada sepanjang tubuhnya atau garis-garis longitudinal
- Tubuh bagian ventral putih dan terdapat garis hitam pada tiap sisiknya
- Terdapat garis hitam pada bagian belakang mata
- Mata bulat besar
- Bila marah ular ini akna memipihkan tubuhnya ketanah
- Panjangnya ± 1100 mm – 1200 mm
b. Habitat : ½ perarian, dekat kolam, sungai, sawah
c. Aktivitas : Diurnal
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Katak dan ikan
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Penang

2. ULAR BERBISA MENENGAH

Boiga dendrophila

Species : Boiga dendrophila Boie, 1827
N.I. : Mangrove Snake, Ular Cincin Emas, Ular Taliwongso
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna hitam dengan garis-garis kuning atau putih disisi lateral dengan jarak satu garis dengan yang lain agak teratur. Ada juga yang berwarna hitam putih.
- Tubuh bagian ventral berwarna hitam atau kebiru-biruan
- Labial bawah berwarna kuning dengan garis-garis hitam kecil
- Mata bulat dengan pupil mata elips vertikal
- Panjangnya ± 2500 mm
b. Habitat : Pohon, hutan bakau
c. Aktivitas : Noctural, malam hari
d. Tipe gigi : Ophiestoglypha
e. Makanan : Burung, telur, tikus
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Penang, Singapore,Malaysia,Philipine, Siam, Nias

Dryophis prasinus

Species : Dryophis prasinus Boie,1827
N.I. : Green Whip Snake, Oriental Whip Snake, Gadung Pari (Jawa), Ular Daun, Ular Pucuk (Jawa Barat).
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna hijau, hijau kecoklatan atau keabuabuan-coklat
- Saat ketakutan atau marah, bagian leher mengembang akan terlihat warna hitam putih dan biru
- Tubuh bagian lateral terdapat garis kuning atau putih
- Tubuh bagian ventral berwarna hijau
- Kepala panjang dengan dengan moncong meruncing
- Mata horizontal, panjangnya ± 2000 mm
b. Habitat : Pepohonan, arboreal
c. Aktivitas : Diurnal, siang hari
d. Makanan : Kadal, katak
e. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Penang,


Homalopsis bucatta

Species : Homalopsis buccata Linne, 1766
N.I. : Puff-faced Water Snake, Elephant Snake, Ular Buhu (Jawa), Ular Kadut
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kemerahan, kelabu kehijauan atau kelabu tua gelap sampai hitam. Corak belang dengan bentuk yang tak beraturan
- Tubuh bagian lateral terdapat bintik-bintik putih
- Tubuh bagian ventral berwarna putih atau kuning dengan titik-titik hitam
- Terdapat garis hitam mata dan tanda hitam berbentuk V pada moncongnya
- Terdapat tiga bintik hitam pada kepalanya
- Panjangnya ± 1000 mm
- Jika marah memipihkan tubuhnya
b. Habitat : setengah perairan, sungai, kolam
c. Aktivitas : Noctural
d. Tipe gigi : Ophistoglypha, jika menggigit, giginya cenderung tertinggal
e. Makanan : Ikan
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan

Enhydris enhydris

Species : Enhydris enhydris
N.I. : Rainbow Water Snake, Ular Diwel, Ular Duwel (Jawa)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat abu - abu, ada corak garis memanjang dari kepala hingga ekor
- Tubuh bagian ventral berwarna putih dan terdapat garis abu – abu memanjang hingga ekor
- Badan pendek, badan gemuk /besar
- kepala kecil berbentuk oval
- Panjangnya ± 750 mm
- Jika marah memipihkan badannya
- Gerakannya cepat terutama kalau di air
b. Habitat : setengah perairan, sungai, tempat berlumpur
c. Aktivitas : noctural
e. Makanan : Ikan
f. Populasi : Sumatera, Jawa, Kalimantan


3. ULAR BERBISA TINGGI

Ophiophagus hannah

Species : Ophiophagus Hannah Cantor, 1836
N.I. : King Cobra, Hamadryad, Ular Tedung, Ular anang (Java); Oraj totok (Java); Ular tedong selor (Kalimantan)
a. Ciri-ciri :
- Hitam pekat atau abu – abu, putih, dan coklat dengan garis – garis melintang ditubuhnya, tergantung habitat.
- Gerakannya sangat agresif, berani pada musuh, mengejar
- Kepala oval, dengan sisik yang besar
- Pada leher bawah berwarna kuning dan kadang ada gambar matanya (tergantung habitat)
- Panjangnya hingga mancapai 6000 mm
- Jika marah akan menegakkan tubuhnya hingga 1/3 panjang tubuhnya mengembangkan lehernya.
b. Habitat : didarat khususnya daerah berkapur, kering
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : ular
e. Populasi : Nias, Sumatra, Bangka, Belitung, Riau Islands, Java, Bali, Kalimantan
f. Jenis racun : Neurotoxin dan haemotoxin, membunuh manusia sekitar 3 menit.


Agkistrodon rhodostoma

Species : Agkistrodon rhodostoma Boie, 1827
N.I. : Malayan Pit Viper, Malaysian Moccasin, Bandotan Bedor (Jawa), Ular Tanah, Ular Gibuk (Jabar)
a. Ciri-ciri :
- Badan coklat dengan corak gambar seperti diamond, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher.
- Gerakannya agresif
- Kepala segitiga, dengan sisik yang besar
- Panjangnya hingga mancapai 1000 mm
- Jika marah akan membentuk huruf S
b. Habitat : didarat khususnya bersemak, rumput
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : Tikus
e. Populasi : Jawa, Sumatra


Vipera russelii

Species : Vipera russelii siamensis
N.I. : Bandotan Puspo (Jawa),
a. Ciri-ciri :
- Badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher.
- Gerakannya agresif
- Kepala segitiga, dengan sisik yang besar
- Panjangnya hingga mancapai 1000 mm
- Jika marah akan membentuk huruf S dan menyerang dengan gigitan
b. Habitat : didarat khususnya bersemak, rumput
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : Tikus
e. Populasi : Myanmar, Thailand, Cambodia, Vietnam dan Jawa


Bungarus candidus

Species : Bungarus candidus Linne, 1758
N.I. : Malayan Krait, Ular Weling (Jawa), Oraj weling (Java), Ular biludah (Padang)
a. Ciri-ciri :
- Warna belang putih hitam – putih hitam dengan ukuran yang tidak seragam
- Ekor runcing, badan cenderung berpenampang bulat
- Gerakannya lambat, tenang
- Kepala oval
- Bagian bawah berwarna putih polos
- Panjangnya hingga 2500 mm
- Sensitive pada cahaya dan berusaha mendekati
- Tubuh jika terkena sinar akan menyala
b. Habitat : setengah perairan, sawah, sungai, daerah berair
c. Aktivitas : malam hari
d. Makanan : ular, belut
e. Populasi : Vietnam, Cambodia, Thailand, Peninsular Malaysia, Singapore, Sumatra, Java, Karimunjawa Islands, Bawean, Bali and N Sulawesi; Kalimantan?
f. Jenis racun : Neurotoxin


Bungarus fasciatus

Species : Bungarus fasciatus Scheider, 1803
N.I. : Banded Krait, Ular Welang (Jawa), Ular Belang, Oraj welang (Java)
a. Ciri-ciri :
- Warna belang putih hitam – putih hitam dengan ukuran yang seragam dan melingkar penuh.
- Ekor tumpul, badan cenderung berpenampang segitiga
- Gerakannya lambat, tenang
- Kepala oval
- Panjangnya hingga 2500 mm
- Sensitive pada cahaya dan berusaha mendekati
- Tubuh jika terkena sinar akan menyala
- Jika marah akan melakukan gerakan patah – patah dan menyembunyikan kepala
b. Habitat : setengah perairan, sawah, sungai, daerah berair
c. Aktivitas : malam hari
d. Makanan : ular, belut
e. Populasi : Sumatra, Jawa, Kalimantan,
f. Jenis racun : Neurotoxin


Naja naja sputatrix

Species : Naja naja
Sub Species : Naja naja sputatrix Cantor, 1836
N.I. : Black Spitting Cobra, Ular Kobra, Ular Sendok, Ular Dumung, Ular cabe; Ular sendok; Oraj bedul (Java); Puput (Maumere, Flores); Pupurupi (Ende, Flores)
a. Ciri-ciri :
- Warna hitam/putih/coklat/merah tergantung asal habitatnya
- Tubuh bulat dengan kepala oval
- Gerakannya gesit dan cepat tidak takut pada musuh.
- Panjangnya hingga 2500 mm
- Jika marah akan mengembangkan lehernya dan berdiri hingga kira – kira ¼ panjang tubuhnya.
- Satu – satunya jenis ular yang bisa menyemburkan bisa nya hingga 3 m.
b. Habitat : daratan, sawah, daerah rimbun lembab dan banyak lubang ditanah.
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : tikus dan katak
e. Populasi : Java, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Alor and Lomblen; Sulawesi?
f. Jenis racun : Neurotoxin dan haemotoxin


Rhabdophis subminiatus

Species : Rhabdophis subminiatus
N.I. : Red-necked Keelback, Pudak Bromo (Jawa), Ular Picung (Jawa Barat), Ular Pudak Seruni (Jakarta)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh berwarna dominant coklat dari kepala hingga ekor
- Leher berwarna jingga, merah menyala dan hijau
- Badan berbintik putih
- Bagian bawah berwarna putih
- Ekor seperti terpacung atau perpotong
- Ukuran maksimal sepanjang 750 mm, diameter 10 mm
b. Habitat : Darat
c. Aktivitas : Diurnal, siag hari
d. Tipe gigi : Ophistoglypha
e. Makanan : Cicak, kadal, bunglon, dan katak
f. Populasi : Semua pulau di Indonesia


Trimeresurus albolabris

Species : Trimeresurus albolabris
N.I. : Truno Bamban (Jawa), Ular gadung; Ular hijau; Oraj bungka (Java)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh berwarna hijau dari kepala hingga ujung badan
- kepala segitiga penuh, bersisik keras
- Bagian punggung ekor berwarna merah.
- Jika marah membentuk spiral atau letter S untuk siap menyerang
b. Habitat : pohon, di daerah dengan ketinggian hingga 3000 dpl
c. Aktivitas : noctural
d. Tipe gigi : solenoglypha
e. Makanan : Tikus, burung, katak, telur
f. Distribusi : Sumatra, Bangka, Java, Madura, Bali and Sulawesi


4. ULAR RAKSASA (PHYTON)

Phyton reticulatus

Species : Python reticulatus Schneider, 1801
N.I. : Reticulated Python, Sowo Cinde, Sanca Batik, Puspo Kajang (Jawa)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal kekuning atau coklat dengan corak seperti jala (jajaran genjang) dengan warna hitam pada bagian dalamnya dikelilingi warna kuning
- Tubuh bagian ventral berwarna kuning
- Terdapat garis hitam memanjang dari bagian belakang mata
- Kepala berwarna kuning dengan garis hitam tepat pada tengah
- Mata bulat dengan pupil mata elip vertikal
- Panjangnya ± 6000 mm – 15000 mm (max), 9000 mm (normal)
b. Habitat : darat, hutan, dekat dengan air
c. Aktivitas : Noctural
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Mamalia besar, unggas
f. Populasi : Nias, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi, Penang,


Phyton molurus bivittatus

Sub species : Python molurus bivittatus Linne,1758
N.I. : Rock Python, Burmese Python, Sowo Kembang, Sanca Bodo, Sowo Pari (Jawa).
a. Ciri-ciri :
- Tubuh berwrna abu – abu hitam dengan corak gambar membentuk kotak tidak beraturan dgn garis tepi berwarna abu - abu
- Tubuh bagian ventral berwarna putih
- Kepala oval berwarna coklat dengan garis kunig atau abu – abu di pinggirnya
- Mata bulat dengan pupil mata elip vertikal
- Panjangnya ± 4000 mm – 8000 mm (max), 6000 mm (normal)
b. Habitat : darat, hutan, pepohonan, dekat dengan air
c. Aktivitas : Noctural
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Mamalia besar, unggas
f. Populasi : Nias, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi


Phyton curtus

Genus : Python curtus Schlegel, 1872
N.I. : Blood Python, Shorted-tailed Python, Sanca darah,ular dipong (Jawa)
a. Ciri-ciri :
- Tubuh bagian dorsal berwarna coklat gelap dengan corak kehitaman berbentuk segi empat tak beraturan dengan dikelilingi gris agak terang (kuning kecoklatn)
- Tubuh bagian ventral berwarna coklat kekuningan
- Pada kepala terdapat corak seperti mata tombak (segitiga) berwarna coklat gelap
- Terdapat garis hitam dari belakang hidung melewati mata sampai kepala bagian belakang
- Mata bulat besar, pupil mata elips vertikal
- Panjangnya ± 8000 mm
b. Habitat : Darat, hutan, dekat air
c. Aktivitas : Noctural
d. Tipe gigi : Aglypha
e. Makanan : Mamalia besar, unggas
f. Distribusi : Jawa, Sumatra, Kalimantan, Malaysia


Blog EntryAspek BIOLOGI Ular.............May 24, '09 3:32 PM
for everyone

Banyak paradigma yang berkembang tentang ular..

dari sudut pandang mistis, gaib, medis, mitos, agama dan bahkan ilmu pengetahuan dan dunia entertainment memiliki kamus tersendiri tentang ular

SIOUX mengutamakan pemahaman ular berbasis biologi, logika dan karakter. pemahaman mendasar tentang ular dari sisi Biologinya ini lah yang dapat mematahkan beragam teori mistis dan mitos yang berkembang salah di masyarakat...


Ular ..............

a. Berpenampang melintang, tubuh membulat dan memanjang

b. Tubuhnya tertutup oleh sisik (tidak berlendir seperti yang dianggap oleh kebanyakan orang)

c. Ukuran panjang tubuhnya dari 10 mm – 9000 mm

d. Memiliki tulang belakang dan sepasang tulang rusuk pada setiap ruas tulang belakang (sampai cloaca)

e. Suhu tubuhnya poikilotermik, suhu ideal 23,9 – 29,4°C. Namun ular masih dapat bertahan pada suhu yang ekstrem 7.2°C atau 37.8°C, bila lebih dari suhu ini akan berakibat fatal bagi ular.

f. Ular melata dengan menggunakan otot pada bagian perutnya secara bergantian sehingga dapat bergerak menuju ke tempat lain.

g. Mata pada ular tidak memiliki kelopak mata, tapi dilindungi oleh selaput transparan. Penglihatan ular tidak sejelas penglihatan manusia. Sensor yang ditangkap adalah bayangan dan sensitif terhadap cahaya.

h. Tidak seperti manusia, hidung pada ular hanya berfungsi sebagai alat untuk bernafas, sedangkan alat penciumannya adalah lidahnya dengan dibantu organ Jacobson.

i. Indera panas, terletak diantara mata dan hidung, berfungsi untuk mendeteksi panas yang dikeluarkan oleh makhluk lain yang berdarah panas (endotermik), Namun tidak semua ular memiliki organ ini

j. Ular tidak memiliki lubang telinga, tapi memiliki membran tympani yang dapat mendeteksi getaran. Ular yang “menari” mengikuti irama suling sebenarnya bergerak bukan karena suaranya, namun karena mengkuti gerakan sulingnya.

k. Pewarnaan tubuh ular sangat beragam, menyesuaikan dengan lingkungan dimana dia tinggal. Pewarnaan berfungsi sebagai penyamaran ular dalam mencari mangsa dan menghindari musuh. Tidak semua warna menyala menandakan tingkat bisa ular.

l. Cara mendapatkan makanan
- memburu mangsanya
- menghadang mangsanya
- memancing mangsanya

m. Gigi ular berjumlah banyak dan condong ke dalam sehingga ular tidak mengunyah mangsanya melainkan menelan mangsanya. Berdasarkan tipe giginya, ular dibedakan menjadi :
a. Aglypha : Tidak memiliki taring bisa.
Contoh : Ptyas korros (Ular kayu), Python reticulatus (Ular sanca batik). Ular ini tidak berbisa
b. Ophistoglypha : Memiliki taring bisa pendek dan terletak agak ke belakang pada rahang atas. Contoh : Boiga dendrophila. (ular cincin emas). Ular ini berbisa menengah.
c. Proteroglypha : Memiliki taring bisa panjang dan terletak di bagian depan. Contoh : Naja naja sputatrix (ular kobra), Ophiophagus hannah(ular king kobra) Ular ini berbisa tinggi
d. Solenoglypha : Memiliki taring bisa sangat panjang di bagian depan dan dapat dilipat. Contoh : Agkistrodon rhodhostoma (Ular tanah) Ular ini berbisa tinggi.


n. Ular dapat memangsa mangsanya yang berukuran 10 kali lipat besar kepalanya, karena pada rahang bagian belakang dari mulutnya dihubungkan oleh sendi yang berbentuk segiempat, sehingga mulut ular dapat menganga 180ยบ dan didukung oleh rahang bawah yang hanya dihubungkan oleh ligamen (otot) yang sangat elastis.
Berikut ini beberapa cara ular memangsa :
a. Menelan langsung
b. Membelit
c. Menyuntikkan bisa

o. Semua jenis ular adalah binatang Karnivora. Jenis makanan yang mereka makan antara lain : insekta, ikan, amphibi, unggas, mamalia kecil sampai mamalia besar; bahkan ada beberapa jenis ular yang memakan ular juga (kanibal). Jenis makanan ini tergantung dari jenis ular dan habitatnya.

p. Organ reproduksi pada ular jantan adalah hemipenis yang terletak pada cloaca dan yang betina dengan cloaca. Ular luar negeri biasanya kawin pada bulan-bulan yang bersuhu hangat, karena pada musim dingin mereka akan hibernasi (tidur panjang). Ular ada yang bertelur (ovipar) dan mengerami telurnya yang diletakkan diantara tumpukan daun daun kering selama 2-3 bulan dan menetas; namun ada pula yang di simpan didalam tubuhnya selama 2-3 bulan dan melahirkan (ovovivipar).

q. Menurut habitatnya, ular dapat dibagi menjadi 5, yaitu :
- Ular Air (Aquatik)
Ular air adalah ular yang seluruh hidupnya (melakukan segala aktifitasnya) di dalam air. Contoh : Ular laut (Laticauda laticauda). Ular air yang sesungguhnya hanyalah ular laut.
- Ular Setengah Perairan (Semi Aquatik)
Ular ini terkadang melakukan aktifitasnya di darat dan di air. Contohnya : Homalopsis buccata (ular Kadut)
- Ular Darat (Terresterial)
Ular ini hidup di darat, dan melakukan seluruh aktifitasnya di darat. Contoh : Pytas mucosus (Ular bandotan macan)dan Elaphe flavolineata (Ular Kopi)
- Ular Pohon (Arboreal)
Ular jenis ini melakukan seluruh aktifitasnya di pohon (arboreal). Biasanya ular pohon ekornya prehensil (dapat untuk berpegangan / bergelantungan) Contoh : Boiga dendrophila (cincin emas) dan Ahaetula prasina(Ular pucuk)
- Ular Gurun
Ular jenis ini melakukan seluruh aktifitasnya di gurun. Ular gurun biasanya menyembunyikan diri di bawah pasir untuk menghindari sengatan matahari. Contoh : Crotalus artox, ular derik, rattle

Tambahan
- Ular sangat senang tinggal di tempat yang lembab
- Kadang ditemukan berjemur di panas matahari, tetapi kebanyakan waktunya digunakan untuk bersembunyi menunggu mangsa sesuai dengan habitatnya.
- Ular juga senang berpindah-pindah tergantung dimana ia bisa mendapatkan mangsanya
- Ular juga senang tinggal di daerah dekat air yang tenang.
- Ular adalah perenang dan pemanjat yang ulung.

r. Bisa sebenarnya merupakan protein yang di produksi oleh kelenjar bisa yang berada di dalam kepala. Pada kelenjar bisa terdapat saluran yang menghubungkan ke taring bisa yang memiliki lubang pada ujung bawahnya. Khusus pada jenis Naja naja (ular Kobra) lubang saluran bisanya berada di ujung bagian depan gigi taring, sehingga ular-ular jenis ini dapat menyemburkan/menyemprotkan bisanya.
Kelenjar bisa ini sama dengan kelenjar ludah pada manusia. Bisa pada ular berfungsi selain sebagai senjata untuk membunuh musuhnya, juga membantu sistem pencernaan.

s. Jenis Bisa dibagi berdasarkan lokasi organ tubuh menjadi sasaran racun ular :
a. Neurotoxin
- Menyerang dan mematikan jaringan syaraf
- Terjadi kelumpuhan pada alat pernafasan
- Kerusakan pada pusat otak
- Efek gigitan yang langsung terasa adalah korban merasa ngantuk
b. Haemotoxin
- Menyerang darah dan sistem sirkulasinya
- Terjadi haemolysis
- Transport O2 ke tubuh terganggu, terutama metabolisme sel

Organ organ lain yang akan terganggu sistem kerjanya oleh bisa ular antara lain: jantung, ginjal, otot, sel-sel darah dan jaringan-jaringan yang lain.

Sumber : Makalah Pengantar SIOUX dan catatan pribadi




Cuplikan Berita/ Breaking News

Vertical Caving around Pacitan, Java, Indonesia

3rd - 24th July, 1999

Participants: Heather Jefferies, Wayne Tyson (SRGWA), Gail Taylor, Neil Taylor (Cavers Leeuwin), Carol Layton, Phil Maynard (SUSS), Jim Campbell (CSS), Jeremy Wilkinson (Halton Cavers Club, UK) and Fx Oktaf Laudensius and Fx Esensiator (Jack) Kojek of Indonesia.

Aaah! Caving in a tropical paradise. By the third day in Java, the thought of going underground was an attractive one but lacking some urgency. The group seemed to be more interested in the very friendly people, the delicious spicy food and the unusual sweet smelling aromas that you find in a tropical 3rd world country. A major distraction to going underground was our proximity to beaches nestled amongst coconut palms and limestone bluffs.

Jeremy is failing to lift a standard load of guava with his audience laughing at his attempts. The baskets were unbelievably heavy. From the left of the picture is one of our drivers, then Oktaf and the farmer who owns the baskets. Photo by Carol Layton

The town where we stayed, Pacitan, is on the edge of the south coast of East Java, 30km from the large city of Yogyakarta in an area called Gunung Sewu. The limestone covers an area of over 1000 square kilometres and rises to a height of around 500 metres. The name ‘Gunung Sewu’ translates as ‘thousand hills’ which accurately describes the cone karst with its gently rounded hills sticking out of alluvial plains where silt has been deposited due to intensive farming.

Wayne and Heather had organised previous expeditions to this part of East Java in 1984, ‘86, ‘90 and ‘92. More than 180 caves had been surveyed with Leweng Jaran being a wonderful find for Wayne in 1984, currently the longest cave in Indonesia. (Leweng = entrance shaft.) With a survey length of over 18km and a depth of 158m this system has a booming river passage and waterfalls and some nicely decorated passages. One aim was to look at leads off the main streamway in L. Jaran but the main objective was an exciting prospect called the L. Ombo system, ‘the next big thing’. Then, if there was time, to look at the hundreds of unexplored caves in Gunung Sewu.

L. Ombo has a huge 118m shaft entrance that broadens out like a bell all the way into a much larger chamber. Indonesian cavers first descended it in 1981. In1982, a French expedition surveyed the cave to 1.8km but due to running out of time they had to stop with huge river passage leading off into the distance. Their objective was Kalimantan so Wayne and his group happily accepted the task of continuing the French group’s survey to 6km in 1992. They’d run out of time too with screaming river passage still leading off into the distance so here we are, ready in 1999 to continue the work. Someone has to do it.

The team flew to Yogyakarta to be met by our host, Dr. Robby Ko. Robby is a dermatologist/entrepreneur speleologist who has many hats, one being chairman of the Indonesian caving group, FINSPAC. He organised two pretend 4wd vehicles with drivers for us and introduced us to two fit and madly keen Indonesian cavers, Oktaf and Jack who would also be our interpreters. Oktaf and Jack are both young university students with pretty good English as well as enthusiastic cavers. It soon became apparent what excellent company they would be and more than equal to any task underground.

The first task was to obtain permission to go caving from the local authorities, which ended up being surprisingly easy. There was one momentary hitch when the Bupati (governor) wanted to limit access into L. Jaran as there had been a party of Indonesian cavers who had recently got caught in the cave during a flood. He wanted to see our caving qualifications. Just when the ASF card may have been of some use! Problem is that Wayne and I share the same problem of family membership and we both haven’t been issued with a card, only our spouses. Wayne produced his SRGWA card, which simply puzzled the Buparti. The Buparti had a folder of pictures of the cave, which he showed Wayne, explaining that they had been taken by an international caving expedition. Heather immediately recognised Wayne in some of the photos and the Buparti realised that this was the man who had found the cave in the first place. That sorted it all out.

The first trip underground was a warm up trip into L. Jaran to push two leads. It was meant to be a gentle introduction to the cave but ended up being a surveying trip in unbelievable mud in a small crawl that ended up only adding 200m to the length. It was Jack’s job to hold the end of the tape and he didn’t look at all happy crouched over in deep mud. Phil and I were just plain cursing our heads off with the sweat running off us. It is very warm in these caves (about 23° C) and the extreme humidity doesn’t help for reading the clinometer. At least the large stream in the main section of the cave was great to cool off in and the masses of cave pearls in a particularly well-decorated section were stunning.

An exciting discovery in L. Jalan was several metres worth of passage covered in masses of cave pearls. Photo by Carol Layton

Day 4 began with the main aim of the trip, which was to continue exploration in the L. Ombo system. At the end of the previous trip, a second entrance had been found (L. Kepon) that was closer to unexplored river passage, a tight serpentine rift that drops down to the river passage with about 4 pitches, the biggest being 30m. Jeremy, Phil, Oktaf and I set off to rig the cave after being farewelled by a crowd of villagers, mainly women and children, something we became accustomed to when going underground. They told Oktaf that they were very impressed that a woman was caving.

The rift turned out to be physically demanding due to its tightness (less than my shoulder width) with many sharp bits to get caught on. At least there was a short wet roof sniff near the entrance to cool off in and get the carbide light going. Following that was a knee crunching crawl and finally into the rift. I would have called this section ‘speleosports’ since it definitely favoured small people. On the way in to the first pitch there was suddenly a huge kathump! Since the rift would be certain death in a flood pulse, I immediately thought of climbing up the rift but it was perfect weather when

we went in as well as being the dry season. The sound was an explosion caused by a leaking carbide container that Oktaf had recklessly got too close to with his lamp still lit. The result was a flash burn with Oktaf’s facial hair burnt off except for the stubs of his eyelashes that looked like what nylon does when it is sealed with a lighter. We decided that the best option was to exit the cave and get Doctor Heather to look at the damage. Just as well as Oktaf had damaged the conjunctiva in his eyes and the pain would be like snow blindness, i.e. extremely painful a day or two. When we asked Oktaf if he were in pain he would only say that he felt pain in his heart because it was stopping the team from continuing down the cave. A return visit was planned for another day.

When permission was being sorted out with the Buparti, it had been noticed on the required paperwork that Neil’s occupation as a Karst Manager at Margaret River in Western Australia could be useful. The Buparti asked Neil to do a free management plan for a tourist cave called Gua Gong. (Gua = cave entrance). So Neil, Phil and Gail examined the cave, a single large chamber with impressive formation. There were about 1000 people who walked through the cave in the three hours it took to survey and they definitely got in the way, an unusual hazard to surveying. A report was duly handed in to the Buparti which had recommendations like; stop people eating, smoking and damaging formation by walking on it and breaking bits off, turn the lights off to prevent plant growth on the formations (lampenflora) and not permit banging on formation to get the musical sounds. We wondered if this activity had something to do with the name of the cave.

While people were rigging in L. Kepon, Jim had looked for possibilities on the surface, especially an entrance into the L. Ombo system that would remove the need for the punishment in the L. Kepon rift. The beauty of looking for likely holes in a 3rd world country is that you just get Jack or Oktaf to ask the villagers and then be shown the way to caves. One interesting prospect was a cave being used by the locals as a water source, called G. Suling.

At this stage of the trip, several days of rigging had been undertaken in L. Kepon. It shouldn’t have taken so long but each trip had problems with underestimating the amount of gear being needed for rigging all the small pitches. The cave was developing a reputation for shredding overalls and packs. At least one of the anchor tapes on a pitch was being cut due to the sharp edges of the rock. Some of the people in the group were suffering from stomach bugs and hearing the stories from those returning from the cave, decided that they did not want to experience the delights of the terror rift.

From the look of serious concentration on Carol’s face, it appears that abseiling and negotiating a bamboo ladder is quite a challenge. Photo by Phil Maynard.

G. Suling ended up being a brilliant find as a cave and as evidence of Javanese ingenuity. The solid and very sturdy piece of bamboo constructed into a ladder for the 17m entrance pitch was astonishing. The Javanese had cut openings roughly every 60cm and banged short lengths of wood in for rungs. Neat concrete steps and a pipe led us to a small concrete dam in the stream. Water was being pumped to the surface with a generator at the top. A short crawl beside the dam took us into a stream passage lined with flowstone with a river of beautiful creamy gour pools to make the walking easy. This is what we came to Java for. Further along a 32m waterfall pitch was rigged and the way on continued down through big chambers to what looked like another pitch bigger than the one just rigged. Unfortunately, we had run out of rope. Hang on, Java is meant to be mainly horizontal, not vertical.

However, the rift in L. Kepon beckoned. On Day 8, Carol, Phil, Jeremy and Oktaf ventured down the torturous rift in L. Kepon to push into the unknown parts of the L. Ombo system. About half a kilometre upstream the main river was Mossie Chamber, the furthest extent of what had been surveyed on the last trip. Unfortunately we could not find a way through the rock pile where a huge amount of rock had collapsed onto the river. On the way back, we explored a smaller stream feeding the main river with beautiful creamy gour pools all the way (~600m), exactly like G. Suling.

On the way back to Pacitan, as we were going through the usual bumps and grinds in the pretend 4WD along the rocky chunks of limestone rocks that make up the tracks, there was suddenly a horrible grinding noise and we a noticeable drop in the rear left of the vehicle. A very sudden stop and the driver went off into the fields to collect his wheel. Amazingly, the rear axle had sheered from metal fatigue and we were relieved that it hadn’t happened at speed. So there we were, out in the conical karst about one hour from Pacitan with our stomachs grumbling for food and the poor driver trying to examine his wheel as night set in. Oktaf hitched a ride on a passing motorcycle and managed to ring the hotel where we were staying so that the other car could come and pick us up. While we waited we enjoyed the glorious view of the stars amongst the silhouette of coconut palms. The driver stayed with his vehicle and we marvelled at how he was going to fix the car in such a remote place.

It was G. Suling’s turn next. Each of the three trips into the cave was halted due to running out of rope and tape for rigging. The group had brought over a small amount of gear to Java as the caving was expected to be mainly horizontal river passage, not pitch after pitch. The fourth waterfall pitch was looking very interesting with a big chamber spreading out in front of us and the water pelting down a couple of ledges to depths we couldn’t ascertain with our lights. It felt big.

The next day, a very excited group headed down into G. Suling to see what was down this large fourth pitch. This time we took in 100m of brand new rope but we had no tape for rigging as it was being used in L. Kepon. L. Kepon needed to be derigged as soon as possible. Phil decided to put a bolt in at the top so that the tape that was being used for a natural anchor could be saved for lower down. Predictably for a 3rd world country, the head of the hammer flew off at the first stroke but thankfully not down the pitch. The hammers they sell in Pacitan are of shocking quality. Wayne had advised that bolting hammers should be left at home to save weight. Mistake. The handle was whittled with a knife to make it a more secure hold for the head. Took a while but a bolt was put into the rock. The rope descended 3m to a ledge with a bolt put in by Jim. After that ledge, the rope snaked down gour pools and dropped below another ledge. No natural anchors could be found and only unsuitable flowstone for a bolt. So it was decided that because I was the lightest of the group, it was my task to be the first to find out what was at the bottom of this pitch. With unsuppressed glee I took off down the rope.

With awe and some trepidation I looked and looked in the spray for a rebelay point. All the surfaces were smooth from the water, so over the ledge I went to look further down. I found a beautiful hook out of the spray of the waterfall on the cliff edge. After that it was a free hang for about 33m, all up the pitch measured 62m. The pitch felt a lot bigger than it ended up being because the chamber continued up into an aven. Down the bottom, the stream passage continued. However, the well decorated stream passage ended shortly after the big pitch at a sump. We had dropped down to 188m to the water table. This cave was the most enjoyable to explore and survey for the trip for me.

After all the prussiking in L. Kepon and now in G. Suling, this caving trip had become quite a technical vertical one. In contrast Wayne remembered past trips where the British cavers in the group got a bit bored with all the kilometres of horizontal river passage.

Day 12 was the day when Heather, Phil, Jim and Jack recklessly volunteered to descend the murderous rift to derig L. Kepon. The cave had eaten various pieces of rigging, including two tapes that needed discarding. 180m of wet, heavy rope was removed. Before they dismantled the pitches they decided to see the main river passage. Oktaf and Jack had already shown us their inability to swim at the local hot springs (that incidentally are a hot 45°C). This became a problem in the main Ombo River. As they were wading through nose deep water, there was a sudden splashing and then Jack disappeared underwater. Phil hauled him up by the collar of his overalls. His swimming technique was akin to that of a brick. In the struggle with the river, Jack had managed to get both of his boots lost, stuck in the mud at the bottom of the stream passage but fortunately the others were able to retrieve them. The Javanese don’t seem interested in swimming even though they have their share of nice beaches.

Many other caves were explored on the trip but most went no further than the entrance chamber. Many of the caves had a bell shaped chamber at the base of an entrance shaft, the biggest being about 60m in length. By the end of the trip, the aim to look at leads off the main streamway in L. Jaran and explore the L. Ombo system (via L. Kerpon) had been accomplished. L. Suling had been the best find of the new caves.

An unexpected end to the trip was the request by Oktaf and Jack to sell our caving hardware for their university caving club. Apparently, buying caving gear by mail order isn’t viable and their only opportunity for getting their hands on equipment is when visiting cavers sell their gear to them. Their club of thirty were sharing two sets of caving gear that they had bought from a previous group. We sold $2000 worth of equipment, harnesses, descending and ascending equipment and helmets. The equipment, if in excellent condition was offered at a price for what it would cost us to replace it in Australia.

(by Carol Layton)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
THE BRAHMAPUTRA RIVER RAFTING EXPEDITION
An exciting, true expedition style journey down one of the world's greatest rivers, The Tsang Po river, after flowing gently eastwards through Tibet, cuts the Greater Himalaya and the highest unclimbed mountain in the world, Namche Barwa before it enters Arunachal Pradesh, where the expedition begins, a few miles inside the line-of-control with China. Its now called the Siang, or the Upper Brahmaputra.

The expedition begins with a ferry boat ride at Dibrugarh up the river to the plains of Pasighat, where the river enters India. It travels through remote hillsides dotted with tribal settlements in clearings surrounded by dense rainforest with many species of ferns, palms and orchids. It negotiates the finest big volume white water in an area, which is surely one of the most inaccessible in the world. A week long, 180 km long self contained run from Tuting to Pasighat through one of the most inaccessible regions in the world makes this one of the most premier expeditions offered. It's a complete expedition with a fabulous ferry ride up the river, a two day drive through rainforest and remote tribal villages, and an expedition down one of the worlds greatest rivers.

Be an expedition member on one of the top rafting expeditions in the world !


The most exciting way to run the Upper Brahmaputra's (or Siang as its known in Arunachal Pradesh) legendary big drops, rapids, riffles, and strong eddies is on a 08-day river trip in 16 or 18 foot long hypalon paddle or oar-paddle combination rafts. Before launching from the put-in at Tuting, your guides will instruct you in the fundamentals of safety, paddling, white-water, and self-rescue. After your day-one plunge through a ten-mile stretch with some of the biggest rapids rafted commercially (they are massive but really, doable), rapids known as "Ningguing" (twice the size of "Lava Falls on the Colorado) and 'Pulsating Palsi", you'll be ready to navigate down the Ningguing and Marmong gorges. You will raft down big drops in the gorge including the 'Roaring Rikor" and "Zebra Rock" till the portage on "Toothfairy" rapid at Cherring. You will scout "Moing Madness" and see huge 20 foot plus breakers within arms length. You will spend days floating down the vastness of this river, past tribal settlements, run down "Karko Rapid" and brace yourself for the final drop at the "Pongging Punch".

This river changed forever after a flood of June 2000 sent the river up 150 feet, destroying everything in its path. Aquaterra Adventures ran the first open fixed departure on this river in Nov-Dec 2002, running a crew of over 50 down a path breaking trip which documented the river for all who care to join future expeditions. Since then, we are the only outfitter offering fixed departure trips on this river and very clearly, have the superior skills, equipment, guides and staff, who make this "real life expedition" an outstanding success.



The Kali river




The Kali river forms the international border between India and Nepal in its upper reaches. A self-contained river journey down this river is one of the prime options in this part of the Himalaya. The river flows past terraced farms of Kumaoni and Nepali villages, fresh water streams, sandy beaches, thick tropical jungles, plantations as we travel downstream through the terai belt negotiating exciting white water. With the Mahseer making it an angler's delight, the lack of road access makes it a complete wilderness journey.
After the first few days of serene float past its confluence with the Saryu at Pancheshwar (also a famous fishing spot) with the occasional big rapid, the Kali makes its final descent to the plains in the last day on river, beginning with the mighty Chooka rapid. Flowing past the terai hills after densely forested hillsides, this trip is an outdoor wilderness experience in a league of its own.

ARGAWANA IN ACTION








ANGGOTA KEHORMATAN ARGAWANA








---------------------------------------------------------------------------------------------


Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah atas rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita semua.Berkat izin dan anugerah-Nya serta keinginan yang kuat akhirnya cita-cita mewujudkan sebuah sekolah yang peka terhadap kemajuan pengetahuan dan teknologi informasi dapat diwujudkan yang salah satunya melalui pembuatan Website Resmi SMK TRI ARGA 2 serta Blog Argawana, Dengan segala kekurangan dan keterbatasannya website dan Blog ARGAWANA ini akhirnya terwujud juga.

Pembuatan Blog Argawana ini dimaksudkan, untuk memperkenalkan salah satu Unit Kegiatan Sekolah 'Pencinta ALam ARGWANA' –khsusnya di SMK TRI ARGA 2- , sementara di sisi lain juga untuk sarana memperkenalkan sekolah ini berserta Unit Kegiatan Lainnya seperti, Paskibra, Taekwondo, sepak bola, Osis, Volli, Palang Merah Remaja (PMR) dll, kepada masyarakat luas. Sekolah (siswa dan guru/ pegawai) harus mengenali setiap Unit Ekstrakulikuler di sekolah ini.

Blog ini –seperti telah disinggung di depan– juga sebagai mediator keluarga besar SMK TRI ARGA 2 dengan masyarakat luas yang ingin mengenal lebih dekat dan mendapatkan berbagai informasi tentang SMK TRI ARGA 2 disamping juga sebagai ajang diskusi dan komunikasi serta bertukar informasi baik antar siswa,alumni, antar guru dan staf sekolah, dan masyarakat luas pada umumnya.

Di era tehnologi informasi global yang membuat tiada lagi sudut dunia yang jauh maka kehadiran Blog ini terasa urgensinya. Kehadirannya diharapkan menjembatani kekurangan dan kelemahan warga sekolah dengan pentingnya keberadaan Unit kegiatan sekolah itu sendiri untuk warga sekolah khsusnya dan masyarakat pada umumnya.

Demikianlah kami sampaikan semoga kita mendapat manfaat dari kehadiran Blog Argawana ini.

Terima kasih dan salam.

Selasa, 06 Oktober 2009

Ngariung........



All Makopala Member


Foto-foto bareng pak Haris
Cengo Guanteng
Just QQ_TheaTower Panjat makopala 1
Latihan SRT

Siluet panjat



Ada bung






Tower Makopala 2
Gaya dulu Ah..


"








Tim Dayung Perahu Naga
Kalo lagi ngumpul banyak juga ya..




Senyum di Hargo Dumilah
Abis ikut kebut Gunung di Lampung
Abis ikut kebut Gunung di Lampung - Part 2





Kalo Angmud akur sama tutor-nya
LGK
Kalo Angmud akur sama tutor-nya -  part 2

manjat tebing parang bareng bule
6 Jagoan Makopala











Danau Gn.7
Danau Gn.7

ada Gw...
team LLJJ X

A. BERDIRINYA MAKOPALA

Jauh sebelum MAKOPALA berdiri, di STMIK Budi luhur ( waktu itu masih bernama Akademi Komputer Budi Luhur ) sudah banyak mahasiswa yang gemar berpetualang di alam bebas. Namun sayang kegiatan mereka masih sendiri-sendiri tanpa terkoordinir dengan baik dalam suatu wadah. Keadaan ini berlanjut sampai ± 3 tahun. Ketika Akademi Komputer Budi Luhur beganti nama menjadi Akademi Pengetahuaan Komputer, rupanya kenyataan tadi mendorong sekelompok mahasiswa yang gemar bertualang di alam bebas mengusulkan pembentukan suatu organisasi atau wadah untuk mengkoordinir mahasiswa yang gemar melakukan kegiatan di alam bebas.
Tepat pada tanggal 27 maret 1982 dari mereka terbentuk KOMPALA (komputer pencinta alam) yang merupakan embrio terbentuknya badan tersebut, maka di susunlah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), Lambang, Bendera, serta struktur organisasi. Atas hasil kerja para pendahulu tersebut, tepat pada tanggal 21 mei 1982 terbentuklah badan MAKOPALA (Mahasiswa Komputer Pencinta Alam) denga ketuanya yang pertama yaitu Sdr.S.B.Sugiharyanto.

B. KEGIATAN-KEGIATAN

MAKOPALA yang anggotanya adalah mahasiswa Budi Luhur sudah sepatutnyalah dalam setiap gerak langkahnya berpedoman pada tridarma perguruan tinggi, yaitu : pendidikan, penelitian dan pengabdian.
Untuk itu dengan tidak terpakunya pada satu disiplin ilmu yang di tekuninya, MAKOPALA secara terus menerus meningkatkan keterampilan dalam bidang ke-cinta alaman dan secara maksimal berusaha menerapkan tridarma perguruan tinggi dalam setiap kegiatannya. Realisasi dari tujuan tujuan di atas di antaranya yaitu :

  1. Bidang penelitian
    • Tahun 1985 Mengadakan pengamatan kehidupan sosial budaya masyarakat di kaki gunung Merapi, desa Sembalun Lawang di kaki gunung Rinjani, desa besakih di kaki gunung Agung dan desa Ranupane di kaki gunung Semeru.Kegiatan ini tercakup dalam kegiatan Titian Alam Rinjani Arjuno (TARA '85).
    • Tahun 1986 mengadakan pengamatan vegetasi di dasar gua Luweng Ombo, Pacitan Jawa Timur
    • Tahun 1986 mengadakan pengamatan kehidupan ekonomi masyarakat di desa Kalak Pacitan Jawa Timur.
  2. Bidang Pengabdian Masyarakat
    • Mengadakan penghijauan dan baksos setiap Jambore Budi Luhur.
    • Dalam TARA '85 mengadakan baksos di desa Sembalun Lawang, Besakih dan Ranupane.
    • Dalam jelajah sosial Luweng Ombo mengadakan kegiatan bakti sosial di desa Kalak Pacitan Jawa Timur.
    • 1987 mengadakan kegiatan dukumentasi foto gua dan bakti sosial Gunung Kidul di desa setempat .
    • 1998 mengadakan bakti sosial di Citeureup, Jawa Barat.
    • Tahun 2000 mengadakan baksos berupa khitanan massal di kampus.
    • Tahun 2000 mengadakan baksos Sampang, Madura.
    • Tahun 2001 membantu mengevakuasi korban banjir didaerah Ciledug dan sekitar Jakarta.
    • Tahun 2004 membantu mengevakuasi korban banjir di daerah Pondok Pucung.
    • Tahun 2006 bersma KBOM membantu korban gempa di Jogja.
    • Tahun 2007 membantu mengevakuasi korban banjir di daerah ciledug dan Sekitarnya.
    • Tahun 2007 Mengadakan Buka Puasa Bersama Anak Yatim Piatu
  3. Kegiatan Lainnya
    • Tahun 1984 dan 1985 mengikuti lomba kebut gunung yang di adakan oleh Universitas Jaya Baya dan meraih juara umum.
    • Tahun 1985 ikut dalam kepanitiaan lomba jalan Rengas Dengklok-jakarta.
    • Tahun 1986 mengadakan lomba foto Baluran se-jawa, serta mengadakan penelusuran goa vertikal Luweng Ombo di Pacitan, Jawa Timur.
    • Tahun 1987 mengadakan pendakian ke Cartenz Piramid bersama Mandala wangi dan Wanadri,di tahun yang sama juga mengadakan penelusuran goa jeram di Gunung Kidul Jawa Tengah,dan mengadakan pemanjatan tebing Parang di Purwakarta, Jawa Barat.
    • Tahun 1990 mengikuti relly arung jeram di sungai Progo dan meraih juara ke-3.
    • Tahun 1992 mengikuti lomba lintas alam Jawa-Bali proklamatrail memperoleh juara I putra.
    • Tahun 1993 melatih teknik pendakian pada Reimuna IV kwarcab tangerang Jawa Barat, mengikuti lomba rakit hias pada kegiatan Ciliwung bersih yang di adakan pemda Jakarta Barat dan meraih juara 3.
    • Tahun 1993 team putri MAKOPALA mengadakan RAS ( Rinjani Agung Semeru), mengadakan panjat tebing Lawe serta expedisi penelusuran goa di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
    • Tahun 1994 mengikuti kejuaraan arung jeram di sungai Ayung Bali,di tahun yang sam juga di undang sebagai tamu pada lomba lintas alam piala Sarwo Edi di gunung Gede, Cibodas, Jawa Barat.
    • Tahun 1997 mengikuti kejuaraan lintas alam piala Sarwo Edi dan menempati juara umum, di tahun yang sama mengikuti kejuaraan arung jeram nasional menyambut ulang tahun marinir dan menempati peringkat 18 di sungai Serayu, Wonosobo, Jawa Tengah.
    • Tahun 1998 mengadakan kejuaraan panjat tebing tingkat pemula nasional, serta expedisi Kars Sangkulirang, Kalimantan Timur.
    • September 2000 mengikuti lomba perahu naga pada HAORNAS di Ancol.
    • Oktober 2000 mengadakan expedisi panjat tebing Lembah Arau, Sumatra Barat.
    • Tahun 2001 mengikuti lomba Orienteering tingkat nasional dan meraih juara I tingkat putra.
    • September 2001 mengikuti lomba kebut gunung Persagi, Lampung Barat tingkat nasional dan meraih juara II.
    • Oktober 2001 mengikuti lomba arung jeram tingkat nasional dalam rangka ulang tahun marinir di sungai Citarum, Jawa Barat.
    • Tahun 2001 mengadakan kegiatan Outing untuk karyawan Universitas Budi Luhur.
    • Tahun 2002 mengikuti lomba Mayapala wall climbing championship Amikom Yogya memperoleh juara II tropy tetap Kapolda.
    • Tahun 2002 mengikuti kejuaraan FPTI di Makasar meraih satu mendali emas.
    • Tahun 2002 mengirim satu putra dan putri ikut pelatihan Geologi IAGI di Citeureup, Jawa Barat.
    • Juli 2002 mengikuti Alpineste wall climbing sejabotabek meraih juara I putra .
    • Tahun 2002 mengikuti kejuaraan pekan olah raga daerah propinsi Banten dan meraih 7 buah medali emas, 1 buah medali perak, 1 buah medali perunggu (dalam beberapa ketegori ).
    • September 2002 mengikuti lomba kebut gunung Persagi, Lampung Barat memperoleh juara harapan I.
    • Oktober 2002 mengadakan kejuaraan MAKOPALA Orienteering tingkat nasional di desa Tajur, Citeureup, Jawa Barat.
    • April 2003 ikut dalam kepanitiaan pendakian kartini gunung Gede -Pangrango.
    • Juni 2003 mengadakan kegiatan Outdoor Activity yang di ikuti oleh para dosen Universitas Budi Luhur.
    • Juli-Agustus 2003 mengadakan kegiatan Outdoor Activity yang di ikuti oleh para guru TK,SD,SMP dan SMU Yayasan Budi Luhur yang di laksanakan di Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat.
    • Agustus 2003 mengikuti kejuaraan Orienteering tingkat nisional di Waduk Jatiluhur Purwakarta yang di adakan oleh Pelopor Adventure Camp.
    • Oktober 2003 mengadakan Jambore Budi Luhur yang di adakan di Cipelang, Sukabumi, Jawa Barat.
    • Tahun 2004 mengadakan expedisi panjat tebing Bambaapuang, Makassar, Sulawesi Selatan.
    • Tahun 2004 mengikuti SCIENTIFIK KARST EXPLORATION yang diadakan oleh LAWALATA IPB, Bogor, Jawa Barat.
    • Tahun 2004 mengadakan Pendakian Massal Budi Luhur, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat.
    • Tahun 2004 mengikuti bakti sosial MAPALA Se- Jabotabek di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi.
    • Tahun 2005 menjadi tuan rumah sekaligus pelaksana Seleksi atlet BAPOMI DKI JAKARTA.
    • Tahun 2005 tergabung dalam Latgab Gunung Hutan MAPALA Se-Jabotabek.
    • Tahun 2005 mengirimkan 2 0rang atlet panjat tebing pada POMNAS di Bandung Jawa Barat.
    • Tahun 2005 mengikuti TWKM ( Temu Wicara Kenal Medan ) antara Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Se Indonesia di Jambi.
    • Tahun 2006 mengadakan Lomba Kejuaraan Panjat Tebing Buatan antar pelajar Sejabodetabek.
    • Tahun 2006 Mengadakan Ekspedisi Sangkulirang, Goa goa di Kalimantan Timur.
    • Juni 2007 mengadakan kegiatan Outdoor Activity yang diikuti oleh para karyawan Universitas Budi Luhur.
    • Tahun 2007 mengikuti TWKM ( Temu Wicara Kenal Medan ) antara Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Se Indonesia di Kalimantan Selatan.
=============================================================================

Logo Wanadri

W A N A D R I
Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung"
Didirikan 1964
Jenis Aktivitas alam bebas
Ketua Bima Prasena B
Lokasi Bandung, Indonesia
Situs resmi www.wanadri.org
Wanadri
(Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung) ,

Merupakan Organisasi tertua yang bergerak dalam kegiatan alam bebas. Wanadri mempunyai sekretariat di kota Bandung. Wanadri berdiri tahun 1964, tahun yang sama dengan tahun lahirnya Mapala UI.

Sejarah

Gagasan untuk mendirikan Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri dicetuskan oleh sekelompok pemuda yang sebagian besar adalah bekas pandu pada bulan Januari 1964. Perhimpunan ini kemudian diresmikan pada tanggal 16 Mei 1964. Wanadri terdiri dari sekelompok orang yang mencintai kehidupan di alam bebas. Wanadri lebih jauh lagi merupakan masyarakat tersendiri, yang memiliki aturan dan norma baik tertulis maupun tidak, namun semua itu berlaku dan dihormati.

Keorganisasian

Nama Wanadri berasal dari bahasa Sansekerta. Wana berarti hutan dan adri itu gunung. Wanadri berarti gunung di tengah-tengah hutan.

Visinya berdasar AD/ART adalah menajadi organisasi pendidikan untuk mendidik manusia, khususnya anggotanaya untuk mempunyai nilai-nilai yang terkandung dalam hakekat dan janji Wanadri.

Tujuan Wanadri Membentuk manusia yang mandiri, ulet, tabah. Mendidik anggotanya menjadi manuasia Pancasilais sejati, percaya pada kekuatan sendiri.

Keanggotaan

Sifat keanggotaan dalam Wanadri ada dua, yaitu (1) Anggota biasa, yang telah mengikuti pendidikan dasar dan program lain hingga punya nomor pokok. (2) Anggota luar biasa, yang terjadi dari (a) Anggota kehormatan, (b) Anggota pelindung, (c) Tenaga ahli, dan (d) Donatur.

[sunting] Angkatan

Angkatan-angkatan dalam keanggotaan Wanadri

  1. Pendiri 1964
  2. Pelopor 1964
  3. Singawalang - Srikandi 1964
  4. Lawang Angin - Kayu Putih 1965
  5. Angin Rimba - Anggrek Liar 1967
  6. Hujan Kabut - Pendobrak 1969
  7. Tapak Rimba - Saliara 1971
  8. Angin Lembah - Puspa Rimba 1973
  9. Kabut Singgalang - Bunga Manik 1976
  10. Rawa Laut - Acintia Panka 1978
  11. Kabut Rimba - Kaliandra 1981
  12. Elang Rimba - Medinilla 1983
  13. Badai Rimba - Altingia 1986
  14. Topan Rawa - Brugmancia 1989
  15. Bayu Rawa - Green Pinka 1990
  16. Tapak Lembah - Kayu Api 1993
  17. Elang Rawa - Pualam 1996
  18. Kabut Lembah - Kartika 1999
  19. Api Rawa - Puspa Kaldera 2001
  20. Hujan Rimba - Mutiara 2004
  21. Bayu Windu - Srikandi Silva 2008

Syarat Menjadi Anggota

Syarat bagi seseorang untuk menjadi anggota Wanadri, Pertama harus mengikuti Pendidikan Dasar Wanadri (PDW) selama 1 bulan, kemudian memasuki masa anggota muda (AMW) selama kurang lebih satu tahun. Selama masa ini, AMW menjalankan kewajiban-kewajiban tertentu, yang termasuk dalam program Mamud seperti mentoring, perjalanan-perjalan kecil, mengikuti sekolah-sekolah lanjutan tebing, ORAD, SAR, Jurnalistik, disamping magang pada Dewan Pengurus serta Badan Otonom yang lain.


Pendidikan

Sebagai organisasi pendidikan, Wanadri menyelenggarakan pendidikan alam terbuka baik untuk anggota maupun untuk masyarakat sekitar.

Ekspedisi

Tidak sedikit perjalanan yang telah dilakukan oleh Wanadri baik dalam maupun luar negeri.

  1. Ekspedisi Sungai mahakam 1987
  2. Ekspedisi Irian 1991
  3. Ekspedisi ke gunung es di Garwal dan gunung Himalaya 1982
  4. Ekspedisi gunung es Rainer di Amerika
  5. Ekspedisi Leuser 1986, 1994, 2007.
  6. Ekspedisi Pegunungan Alpen di Perancis.
  7. Ekspedisi Pulau Nusa Barung 2007


Wanadri mengalami beberapa kisah duka.

  • Pada tahun 1991, Wanadri bekerjasama dengan Kompas mengadakan ekspedisi ke Irian Jaya. Wanadri kehilangan dua orang anggota; Rizal dan Arief. Itu pada saat persiapan ke Mamberamo, dan meninggal di Kali Progo.
  • Ekspedisi Irian Jaya, Wanadri kehilangan tiga orang anggota di Sungai Memberamo.

Kegiatan Kemanusiaan

Wanadri berperan serta dalam beberapa operasi SAR antara lain :

  1. Willy Arief 1970
  2. Robby Harly 1980
  3. Piper Astek 1982
  4. Sukardi-Gunung Burangrang 1986
  5. STM Pembangunan-Gunung Salak 1987
  6. Gunung Semeru 1988
  7. Binaia 1987
  8. Batu Untu 1988
  9. Sri Yanser - Gunung Ceremai 1988
  10. Sungai Mamberamo 1991
  11. SAR Sungai Citarum Mahasiswa Geologi ITB 1994
  12. SAR Juhana Gn Ciremay 1995
  13. SAR Gn Papandayan 1995
  14. SAR Aris Munandar [Gn Gede Pangrango] 1996
  15. SAR Desy Trisakti perhotelan [Gn Gede Pangrango] 1996
  16. SAR Rini dan Hendis [Gn Semeru] 1998
  17. ITN Malang Janu dan Hendro - [Gunung Argopuro]1999
  18. SAR Oni [Gn Cikurai] 2000
  19. SAR Dadang Atlet Paralayang Gnunung Mas Puncak 2001
  20. SAR Iwan [Gn Salak] 2001

Selain itu banyak juga kegiatan yang telah dilakukan oleh Wanadri Baik Anggota Wanadri yang berdomisili di Jakarta, Sekretariat Wanadri berada di Bandung Jl. Aceh No. 155, Bandung selain itu Sekretariat Wanadri Cabang Jakarta berada di Jl. Pahlawan 12A, Kalibata, Jakarta - Selatan.

Kutipan

Sarwo Edhi Wibowo : tentang Wanadri

"Tak ada gunung yang tinggi, rimba belantara, jurang curam dan lautan serta angkasa yang tak dapat dijelajahi oleh Wanadri"
=========================================================================================





komunitas berdiri sejak 3 oktober 1991 yg dahulu benama STEPAL (siswa tehnik pecinta alam, STM 12 pluit ) di resmikan di kawah ratu, Gn salak, taman nasional salak halimun.
lalu berganti nama menjadi CADAS (pecinta alam dua belas),
pada tahun 1993 CADAS mendapatkan musibah, kaka kelas kami "supriyadi" gugur pada saat diklat di kawah mati, kawah ratu, gn salak, taman nasional salak halimun, karena gas alam yang dikeluarkan oleh kawah sekitar. untuk mengenang-y maka anggota CADAS terdahulu membuatkan suatu plakat ( jika ingin liat, datang aja ke kawah mati, kawah ratu, ,lewat pasireungit - bogor) untuk mengenang almarhum dan sebagai titik pemikiran bagi pecinta alam yang lain agar memperhatikan safety prosedur dalam standart pendakian.
seiring waktu CADAS pun mulai vakum kira-kira tahun 2002 mungkin karena kesibukan pribadi pengurus pada saat itu.
berawal dari melihat sekretariat CADAS yang tak terawat (kira-kira tahun ajaran 2003/2004, STM 12 pluit berganti nama menjadi SMK Negeri 56, kami baru kelas satu) saat itu kami "syarif, pebri dan slamet/mamet" melihat melalui jendela sekretariat yang penuh dengan debu, kami berinisiatif untuk membangkitkan CADAS dari vakum.
kami mulai mencari dukungan dari pihak warga sekolah, setahun tak terasa kami bergriliawan mencari asal usul CADAS tapi hasil-y nihil, hanya dapat nama angkatan terdahulu tapi tak tahu dimana keberadaan mereka. kami pun setak dan menemui jalan buntu dalam hal ini.
tahun ajaran baru telah tiba (2004/2005 kami kelas dua) ada guru yang bersedia untuk menjadi pembina kami, beliau adalah "bapak Pranowo S,pd." beliau adalah guru elektronika.
pada saat itu pula teman kami "turino junaedi" menjadi ketua OSIS kami pun segera memanfaatkan sikon pada saat itu.
pembentukan mulai berjalan dan reorganisasi pun mulai tercium (walaupun masih bergrilia ria), kami mulai berdiri sendiri tanpa bantuan alumni CADAS dikarenakan yang disebutkan di atas tadi, nama CADAS berubah menjadi KPA - CADAS artinya komunitas pecinta alam CADAS ( CADAS disini bukan pecinta alam dua belas tetapi adalah sebutan bagi organisasi kami yaitu "CADAS"), logo pun ikut berubah, karena logo yang lama kami tidak tahu apa makna-y. tanpa meninggalkan ciri khas, logo CADAS yang baru kami adopsi dari logo CADAS yang lama dengan sedikit perubahan dan memiliki makna yang baru.
walaupun kami telah reorganisasi tetapi organisasi kami masih dipandang sebelah mata oleh warga sekolah (entah yang sekarang seperti apa, kami tidak pernah mempermasalahkan hal itu) pada tahun ajaran ini kami bekarja keras, saya mencari ilmu di organisasi pecinta alam lain, mamet tetap pada pencarian alumni terdahulu (tetapi masih nihil), pebri mengumandangkan nama kami ke setiap pecinta alam di jakarta (walaupun tidak semua) dengan cara bersilaturahmi dengan pecinta alam lainnya, dan teman kami ketua osis bertugas merealisasikan keberadaan kami di sekolah, pak pembina juga bekerja keras dengan manajemen dan tekhnik rahasia-y dalam bidang keorganisasian.
tahun ajaran 2005/2006 kami telah kelas 3 sekarang.
20 agustus 2005 kami mulai mengembangkan sayap, mencari anggota, mengirim-y untuk diktat di pecinta alam lain, ikut lomba panjat tebing (walaupun ga' ada basic).
setelah lulus, dengan ilmu yang saya dapatkan saya mulai mengajar di CADAS dengan suka rela sampai sekarang., begitu juga team sukses kami semua bekerja hingga saat ini untuk mengembangkan sayap CADAS ke seluruh antero jagad (klo bisa,, pasti bisa).
kami bersyukur sampai sekarang anggota kami sudah 35 lebih yang terseleksi (telah mengikuti pendidikan dahulu disebut diklat) dan tercatat sebagai anggota CADAS (pengurus yang baru).
kini KPA-CADAS adalah suatu komunitas siswa siswi SMK Negeri 56 Jakarta (dahulu STM 12 pluit) di bidang pecinta alam ( terdiri dari gunung hutan, susur goa, panjat tebing, fotografer alam, dan olah raga dayung), kemanusiaan (search ang rescue "SAR", peduli sesama, dll) dan lingkungan hidup (pelestarian alam). yang telah bangkit dari Vakum selama beberapa tahun.
kini hidup talah hidup kembali hingga sekarang dan selamanya. mohon restu dan dukungannya bagi para alumni terdahulu dan semua orang yang turut mendukung keberadaan kami.
Thanks for : Kepala sekolah SMKN 56 Jkt,
Guru & Karyawan SMKN 56 Jkt
Drs. Hadi Purnomo Isram (sesepuh cadas)
=============================================================================







Merbabu_Merapi_-_054.JPG
Lukisan Alam

Tentang Astacala.org

Astacala.org adalah portal Astacala, Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Institut Teknologi Telkom, Bandung. Disusun oleh anggota Astacala yang tersebar di seluruh Indonesia.

Astacala.org membuat, mengumpulkan, menyusun, dan mempublikasikan materi atau berita yang berhubungan dengan kegiatan alam terbuka dan komunitas yang mendiaminya dengan tujuan para penggiat kegiatan alam terbuka, pecinta alam, dan pendaki gunung mendapat kemudahan dalam mendapatkan berita dan materi. Diterima pihak lain yang akan membantu dalam penyediaan materi, link, dana, bantuan teknis atau saran dan kritik. Semua itu akan sangat dihargai. Web site ini bukan untuk tujuan komersial. Bila terdapat advertising komersial semata-mata bertujuan untuk menutup biaya teknis. Lebih jauh tetang astacala.org :

Web Site ini diedit dengan menggunakan program open source Nvu (pronounced N-view, for a "new view"), System Operasi GNU-Linux Mandrake 8.2 pada mesin IBM 300GL i586 dan Macromedia Dreaweaver 4.0 pada OS Windows NT 4.0
Registrasi domain di singcat.com
Credit : Dwi Koeswarno
Hosting di qwords.com
Credit : I Komang Gde S.
Scripts, copyright dipegang oleh pembuatnya yang tertera dalam setiap scripts, dimodifikasi seperlunya yang diijinkan pembuatnya, seperti yang tertera dalam aturan penggunaan scripts dan menyertakan copyrightnya. Materi, sumber materi utama adalah sekretariat Astacala. Terimakasih pada komunitas Warnet "Wong Djogja" (Juragan, Komandan, Bang "Emo" Roma, Otong, Cantigi, Bagas, Poeng, Nipen, Ernoiz, Yoyok, Dani, Lisa Wareman, Nina, Mas Ridho Riyono, Tcipto, Tcotdot, Simbah, "Djoe Satriani ", Ucok, Bokre "Sajidin Pranotogomo Senopati Ing Alogo", Scut, Gendut) Klik halaman donasi untuk mendukung dana penyelenggaraan web site. Bagi web master silahkan membuat link ke web site ini. Kirim komentar/kritik/saran kepada Astacala. Site Admin : Gejor, Astaka, Acong, Jimbo, Jaki, Bedjat


PenDas_Astacala_XII_-_050-for_web.jpg
Senyum Suroto
PenDas_Astacala_XII_-_084-for_web.jpg
Pengambilan Nomor Anggota Muda
PenDas_Astacala_XII_-_085forweb.jpg
19 Kabut Fajar
===================================================================================





LAPORAN KEGIATAN TANGGAP BENCANA GEMPA BUMI TASIKMALAYA


LAPORAN KEGIATAN TANGGAP BENCANA GEMPA BUMI TASIKMALAYA oleh TRUPALA

4-12 September 2009

Pengantar

Indonesia memang sebagian besar daratan wilayahnya merupakan daerah rawan bencana. Awal September 2009 lalu, telah terjadi gempa dahsyat di Wilayah Tasikmalaya, namun menyebabkan dampak bencana lainnya di wilayah sekitarnya, seperti Cianjur dan Bandung.

Trupala tergerak untuk membantu meringankan beban penderitan para korban bencana alam tersebut. Dari sekian banyak wilayah yang terkena dampak gempa bumi tersebut, Trupala memilih Desa Cicangkareng, kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur yang terkena dampak gempa bumi, menyebabkan tanah longsor dan menimpa Kampung Babakan Caringin dan menghilangkan 72 penduduk dan hanya 30 korban yang ditemukan. Selain itu longsor ini menyebabkan juga kerusakan parah pada bangunan di kampung Joglo yang bersebelahan dengan kampung Babakn Caringin.

Kegiatan

Trupala mendatangkan 2 tim. Tim pertama di berangkatkan Hari Jumat malam, 4 Sep tember 2009. Menggunakan 2 mobil, Anggota yang berangkat adalah, Aulia ( tr.90) Jitot ( tr.75 ), Ihsan Kusasi ( TR.85), Ibnu (Tr.89), Faisal ( tr.92), dan Nadi.

Tim pertama berangkat untuk menyalurkan bantuan dari berbagai pihak dan setiba di sana juga memimpin pemakaman dua orang korban.

Selama seminggu Trupala menerima berbagai barang bantuan dan uang baik dari anggota Trupala maupun teman atau kerabat dari anggota Trupala.

Tim kedua diberangkatkan menggunakan 2 mobil berkat dukungan anggota Trupala lainnnya. Anggota yang berangkat adalah Maya ( Tr.03) Ferry ( Tr,93), Dimi ( Tr.02), Somad ( Tr. 00), Faisal ( Tr.92), Ibnu ( Tr. 89) dan saudara Dayat.

Tim kedua juga menyalurkan barang bantuan dan uang kepada korban Tanah longsor. Menuju ke tempat bencana pada tanggal 12 September 2009. Berangkat tanggal pukul 00.00 dan kembali ke Jakarta sore hari .

====================================================================================

Sejarah Mapala UI

Edhi Wuryantoro, M-009-UI

Arianto T, M-041-UI

Berdirinya Mapala UI

Di Fakultas sastra UI, sebelum berdirinya Mapala UI, sudah terdapat kelompok – kelompok mahasiswa yang gemar bertualang di alam bebas. Mereka yang terdiri dari mahasiswa Arkeologi dan Antropologi yang banyak turun ke lapangan serta mereka yang pernah tergabung dalam organisasi kepanduan. Sayangnya kelompok – kelompok ini tidak terkordinir dengan baik dalam statu wadah dan mereka juga tidak pernah membuka diri dengan peminat – peminat baru di luar jurusannya.

Adalah seorang Soe Hok Gie yang mencetuskan ide pembentukan suatu organisasi yang dapat menjadi wadah untuk mengkoordinir kelompok – kelompok tadi, berikut kegiatan mereka di alam bebas.

Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Sdr. Soe sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua.

Adapun organisasi yang diidamkan Sdr. Soe itu merupakan organisasi yang dapat menampung segala kegiatan di alam bebas, dan ini dikhususkan bagi mahasiswa FSUI saja. Kegiatan ini terutama pada masa liburan. Bedanya dengan kelompok yang ada, gagasan ini terutama ditekankan pada perlunya memberikan kesempatan pada mereka yang sebelumnya pernah keluyuran , untuk melihat dari dekat tanah airnya.

Tujuan dari organisasi ini mencakup tiga hal yaitu Pertama, untuk memupuk patriotisme yang sehat di kalangan anggotanya. Ini dapat dicapai dengan hidup di alam dan rakyat kebanyakan. Memang tekad yang mendasari pendirian organisasi ini adalah suatu keyakinan bahwa patriotisme yang sehat tidak mungkin timbul dari slogan – slogan, indoktrinasi – indoktrinasi, ataupun poster – poster. Patriotisme yang sehat hanyalah mungkin dibina atas partisipasi yang aktif dari seseorang melalui hidup di tengah – tengah alam dan rakyat Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang mustahil, bahwa cinta tanah air dapat timbul melalui jendela – jendela bis atau mobil mewah. Kedua, mendidik para anggota, baik mental maupun fisik. Sebab seorang kader yang baik adalah kader yang sehat jasmani dan rohaninya. Disini juga ditekankan aspek edukasi tanah air secara aktif dari dekat. Ketiga, untuk mencapai semangat gotong royong dan kesadaran sosial. Sampai saat ini, tujuan – tujuan tadi belum tercapai secara maksimal, tetapi titik terang sudah terlihat.

Dalam pertemuan tanggal 8 Nopember 1964 itu, gagasan Sdr. Soe mendapat sambutan baik di kalangan mahasiswa FSUI yang senang ”keluyuran” di alam bebas”. Sdr. Maulana, Koy Gandasuteja, Amin Sumardji, Ratnaesih, dan Edhi Wuryantoro, yang waktu itu menjadi pengurus dari Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi, bersedia membantu. Bahkan bila perlu melepas jabatan tadi.

Setelah berbincang – bincang selama kurang lebih satu jam, semua yang hadir antara lain : Soe Hok Gie, Maulana, Koy Gandasuteja, Ratnaesih (kemudian menjadi Ny. Maulana), Edhi Wuryantoro, Asminur Sofyan Udin, D armatin Suryadi, Judi Hidayat Sutarnadi, Wahjono, Endang Puspita, Rahayu,Sutiarti (kemudian menjadi Ny. Judi Hidayat), setuju untuk membicarakan gagasan tadi pada keesokan harinya di FSUI.

Pertemuan kedua diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut ditambah Sdr. Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu Sdr. Udin mengusulkan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam.”Biar keren deh, namanya seperti OKB (Orang Kaya Baru, tetapi isinya gembel melulu),”ujarnya. Setelah pendapat ditampung, akhirnya diputuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan dengan membahas kapan dan dimana IMPALA akan diresmikan.

Suatu hal yang sangat kebetulan sekali pada waktu itu Sdr. Willy Han dari Senat Mahasiswa FSUI merencanakan piknik ke Ciloto dalam rangka pembinaan mahasiswa baru pada tanggal 15 Nopember 1964. Rencana itu kurang mendapat sambutan dari mahasiswa yang ketularan gagasan pendirian IMPALA yang beberapa diantaranya anggota senat. Mereka ini mengusulkan rencana piknik ke Ciloto dialihkan ke Cibeureum.Rencana ini diterima.

Sebelum berangkat, pada tanggal 13 Nopember 1964, Sdr. Koy, Maulana, Edhi, Amin, dan Ratnaesih bertemu di kafetaria FSUI untuk membicarakan peresmian Impala di Cibeureum. Semua setuju bahwa peresmian IMPALA akan dilangsungkan dibawah siraman air terjun Cibeureum. Kemudian untuk membuat suatu kejutan mereka sepakat untuk mengirimkan tim pembuka jalan dan menyiapkan tempat peresmian IMPALA.

Keesokan harinya, jam 13.00 rombongan pendahulu berangkat secara diam – diam ditambah 2 orang ”Guest Star” yaitu Sdr. Halina Hambali dan Sdr. Siti Aminah. Karena sampai di Cibodas hampir jam 20.00, rombongan terpaksa menginap di Cibodas (sekarang ini lapangan parkir). Pada masa itu, hubungan Jakarta – Puncak masih sukar, karena bus masih jarang. Dari pertigaan Cibodas, rombongan terpaksa jalan kaki. Sepanjang perjalanan Cimacan – Cibodas sepi sekali. Maklum, pada waktu itu sisa – sisa gerombolan Kartosuwiryo masih banyak berkeliaran di Gn. Gede – pangrango. Meskipun di kiri kanan jalan ada beberapa rumah penduduk, semuanya sudah tertutup, hanya ada beberapa lampu minyak yang menempel.

Pagi – pagi sekali rombongan ini berangkat menuju Cibeureum. Namun hingga tengah hari, rombongan besar yang dinanti – nanti tidak kunjung datang. Akhirnya diputuskan untuk kembali ke Jakarta dan menunda peresmian pendirian IMPALA. Ternyata bus yang membawa rombongan mengalami mogok di Cibulan dan tidak bisa meneruskan perjalanan ke Cibodas.

Meskipun usaha pertama gagal, para perintis ini tidak menyerah. Sementara mematangkan ide, mereka bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu
borjuis. Dan pada waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang.
Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Lambang yang digunakan adalah gambar dua telapak kaki dengan tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA dibawahnya. Telapak kaki kiri terletak lebih kedepan dari telapak kaki kanan. Hal ini melambangkan kehadiran di alam bebas dalam bentuk penjelajahan dan sebagainya. Selain itu lambang telapak kaki ini juga diilhami penggunaan tapak kaki oleh raaja Purnawarman dalam prasasti – prasastinya yang dapat diartikan lambang kebesaran. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA ditambah tulisan FSUI
yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi ini.

Setelah segala persiapan selesai, pada tanggal 5 Desember 1964 berangkatlah 3 orang yaitu Sdr. Soe, Maulanan dan Ratnaesih ke daerah Ciampe untuk survei Persami yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 dan 12 Desember 1964.

Pada tanggal 11 Desember pukul 06.30 semua peserta yang mencapai lebih dari 30 orang berkumpul di lapangan Banteng dan berangkat. Pada pukul 11.00, mulailah rombongan mendaki lereng – lereng terjal dari bukit kapur Ciampea. Hari yang panas waktu itu membuat beberapa peserta ”anak mami” kelelahan dan merepotkan panitia. Jam 14.30 peserta tiba di bukit. Tenda segera didirikan. Pada malam hari angin bertiup sangat kencang dan hujan lebat. Tenda banyak yang roboh, sehingga peserta banyak yang berteduh di gubuk yang kebetulan ada disitu. Hampir saja peresmian Mapala dibatalkan karena sampai dengan jam 20.00 hujan masih lebat. Namun akhirnya pada pukul 21.00 hujan berhenti dan bulan bersinar terang. Semua peserta yang basah kuyup dikumpulkan untuk mengadakan rapat pembentukan MAPALA yang dipimpin Sdr. Soe. Ketika rapat sedang berjalan, tiba – tiba datang tamu dari Jakarta yaitu Bpk Soemadio, Bpk soemadjito dan Mang Jugo Sarijun yang sengaja datang untuk menyaksikan upacara peresmian MAPALA. Sdr Maulana terpilih sebagai ketua pertama dan formatur tunggal.

Sampai dengan tahun pertama, Mapala telah memiliki 12 orang anggota yaitu AS Udin, Rahaju, Surtiarti, Ratnaesih, Endang Puspita, Mayangsari, soe Hok gie, Judi Hidajat, Edhi Wuryantoro, Koy Gandasutedja, Wahjono, dan abdurrahman.

Perubahan menjadi Mapala UI

Sampai tahun 1970-an, di beberapa fakultas di UI terdapat beberapa
organisasi pencinta alam antara lain : Ikatan Mahasiswa Pencinta alam (IMPALA)
di Psikologi, Climbing And Tracking Club (CATAC) di Ekonomi, Yellow Xappa
Student Family (Yexastufa) di Teknik, Climbing And Tacking (CAT) di Kedokteran
dll. Setelah berjalan beberapa waktu di akultasnya masing – masing, organisasi
– organisasi ini merasakan dan menyadari bahwa Mapala UI yang telah terbentuk
dan disetujui oleh Rektor UI (Prof. DR. Sumantri Brojonegoro (Alm.)) dan Dewan
Perwakilan Mahasiswa adalah milik seluruh mahasiswa UI. Oleh karena itu organisasi
– organisasi tersebut setuju untuk bersatu dalam satu wadah yaitu MAPALA UI.

Beberapa Kegiatan Mapala UI yang terealisasi :

  1. Desember
    1971 – april 1972 : Pendakian dan Baksos di Peg. Jayawijaya. Diikuti 13
    orang anggota dan berhasil mencapai Puncak Jaya dan Puncak timur Cartenz.
  2. September
    – Oktober 1972 : Membantu penelitian dan pendokumentasian Cartenz Glacier
    Expedition. Berhasil mencapai puncak Cartenz Pyramid, Puncak Sumantri,
    Puncak Jaya, dan Puncak tengah.
  3. Januari
    1973 : Kerjasama dengan TV Melbourne, Monash University ke Peg Jayawijaya.
  4. 1975 :
    Menyelenggarakan Latihan nasional untu Lingkungan Hidup.
  5. Februari
    1976 : Pengukuhan Puncak Sumantri dalam Log Book.
  6. 1978 –
    1979 : Kerjasama denga Law Harvard School melakukan Ekspedisi Sungai
    Mahakam da Barito.
  7. 1978 :
    Penjajakan Base Camp Everest oleh Hadijoyo dan Don Hasman.
  8. Agustus
    1978 : Penelitian pengaruh ketinggian pada pendaki di Puncak Pangrango.
  9. 1980 :
    Ekspedisi pendakian puncak Trikora bersama pendaki Amerika
  10. 1981 :
    Ekspedisi penelitian Pegunungan salju katulistiwa.
  11. 1984 :
    Baksos Pembuatan Perpustakaan di Untung Jawa.
  12. 1985 :
    Ekspedisi Himalaya
  13. 1986 :
    Ekspedisi Arung Jeram Sungai Alas
  14. 1986 :
    Ekspedisi Dinding Utara Jayakusuma Mapala UI
  15. 1986 :
    Pemanjatan Bogaboo Spire, Canada.
  16. Juli –
    Agustus 1988 : Ekspedisi Pendakian Gunung Salju Kaulistiwa Andes
  17. September
    1988 : Ekspedisi Penelusuran Gua Lebak Tipar
  18. 1987
    :
    Ekspedisi Penelusuran Gua Luweng
    Musuk, Pacitan
  19. 1987 :
    Pemasangan Monas Berdasi
  20. 1989 :
    Ekspedisi Arung Jeram S. Citanduy.
  21. 1989 :
    Ekspedisi Panjat Tebing gunung Parang
  22. 1989 :
    Sailing Camp P. Onrust
  23. Januari
    1989 : Ekspedisi Mt. Cook, Selandia Baru.
  24. Juli
    1989 : Ekspedisi Mc. Kinley, Alaska.
  25. Januari
    1990 : Ekspedisi Aring Jeram S. Tripa, Aceh.
  26. Februari
    1990 : Lomba rakit Lintas Ciliwung bersih II.
  27. Juni
    1990 : Lomba Rakit Hias Gerakan Ciliwung Bersih.
  28. Agustus
    1990 : Ekspedisi S. Kayan, Kalimantan.
  29. Agustus
    – September 1990 : Ekspedisi Caving Mangkalihat, Kalimantan Timur.
  30. Oktober
    1990 : Ekspedisi Mt. Elbrus, Uni Soviet.
  31. Maret
    1992 : Ekspedisi Aconcagua , Argentina
  32. April
    1992 : Pendakian Cartenz Pyramid bersama pendaki Norwegia.
  33. Februari
    1993 : Ekspedisi Golden Wall, Dinding Utara Cartenz Pyramid
  34. 1994 :
    Ekspedisi Kapuas
  35. 1994 :
    Ekspedisi Kecil Tebng Tanggul, Jawa Timur.
  36. 1995 :
    Juara III Kejurnas Arng Jeram S. Ayung, Bali.
  37. 1996 :
    Juara Umum Kejuaraan Arung Jeram Cimanuk.
  38. 1997 :
    Penelitian Terumbu Karang Wallace Operation.
  39. 1998 :
    Koordinator Posko Banjir Jakarta.
  40. 1999 :
    ekspedisi Gabungan dengan KOMPAS USU Pemanjatan Tebing Simarsolpa.
  41. Agustus
    1999: Ekspedisi Gabungan dengan Kopasus dan Pecinta alam lainnya ke Puncak
    Leuser (Aceh), Bukit Raya (Kalimantan Barat), Latimojong (Sulawesi Selatan),
    Binaya (Maluku), dan Cartenz (Irian Jaya)
  42. Februari
    – April 2005 : Bekerjasama dengan UNHCR, UNICEF, dan WHO dalam berbagai
    penelitian dalam rangka rekonstruksi Aceh Pasca Tsunami.
  43. 2006 :
    Pemecahan Rekor MURI ”Vertical Bowling Pertama.
  44. 2006 –
    2008 : jasa Vertical Service di sejumlah gedung seperti : Apartemen
    Summit, Tugu Monas, Gedung German Centre Indonesia, Hotel Acacia, Grha XL,
    Gedung Bank Mega dll.
  45. Februari
    2007 : Menyalurkan bantuan sejumlah lebih dari 140 juta rupiah dari para
    donatur kepada korban banjir Jakarta.
  46. November
    2007 : Penanaman pohon di Hutan UI dan sekitarnya, Tol Cipularang.

Leuser 6- hari ke 6,7& 8

(Hari Keenam) Selasa, 17 Juni 2008
Blangbeke – Camp Alas – Kolam Badak
Deskripsi Jalur : Blangbeke – Sungai Alas : Di permulaan jalur, padang luas dengan jalur yang cukup landai terus menemani kita hingga akhirnya kita mesti menuruni punggungan menuju Sungai Alas. Sebelum sampai di Sungai Alas, jalur terus berisikan pohon-pohon berduri. Kita juga mesti melewati 2 buah anak sungai sebelum sampai di Sungai Alas. Lama waktu yang dibutuhkan dari Blangbeke ke Sungai Alas kurang lebih 1 jam.
05.30 Bangun tidur, masak, sarapan, beres-beres.
09.30 Berangkat dari Blangbeke menuju Sungai Alas.
10.30 Tiba di Sungai Alas. Bersih-bersih badan sejenak.
”Tak terasa hari telah berganti, pagi ini matahari telah bersinar terang. Seperti biasa, kami langsung mengambil kompor yang tergeletak di bawah flysheet berembun, kemudian menyalakannya untuk segera membuat minuman hangat dan sarapan pagi ini. Sayuran mulai disiangi dan tuna kaleng yang menjadi menu andalan telah dibuka. Ketika kami mulai memasak, dari dalam tenda Ardi keluar sambil membawa radio yang telah dinyalakan. ”Asyik juga lagunya, dangdut lagi”, begitu kata Sofyan.
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ya!!! Saatnya sarapan!!Horeeeee. Fahmi dengan lahapnya menyantap makanan tanpa tersisa sedikit pun. Selesai sarapan, kami mulai merubuhkan tenda serta flysheet untuk kami packing kembali ke dalam carrier, ya begitulah ritual kami sehari-hari.
Perjalanan dimulai, langkah demi langkah kami kayuh. Dari Blangbeke menuju Sungai Alas, jalur landai seperti di Argopuro terus menemani hingga akhirnya menuruni punggungan menuju Sungai Alas yang mesti diseberangi. Debit air Sungai Alas yang hanya setinggi tulang kering orang dewasa membuat hulu sungai ini tidak terlalu sulit untuk di seberangi. Namun, kami mesti tetap waspada karena batuan-batuan yang ada di dalamnya sangat licin, selain itu dinginnya air membuat kaki terasa beku.”

Gbr. Sungai Alas

Deskripsi Jalur : Sungai Alas – Kolam Badak : Awal jalur masih berupa jalur-jalur padang yang luas. Kemudian kita akan memasuki jalur bervegetasi rapat dengan ranting-ranting pohon yang seakan menutupi jalur. Tak berbeda jauh dengan jalur di gunung ini pada umumnya, kita juga mesti terus naik-turun punggungan dan mesti melewati pohon-pohon melintang.

11.30 Berangkat dari Sungai Alas menuju Kolam Badak.
12.30 Makan siang.
13.30 Melanjutkan perjalanan menuju Kolam Badak.
16.40 Tiba di Kolam Badak. Ngecamp.
”Dari Sungai Alas menuju Kolam Badak, awal jalur masih berupa padang yang luas. Kemudian masuk lagi ke jalur bervegetasi rapat dengan ranting-ranting pohon yang menghantui jalur. Pohon-pohon melintang dan naik-turun punggungan pun mesti kami lalui. Kolam Badak tidaklah terlalu luas, hanya cukup untuk berdirinya 2-3 buah tenda. Sumber airnya masih berupa genangan air. Namun, yang membedakannya dengan genangan air di lokasi camp lainnya adalah ukurannya. Ukuran genangan air di Kolam Badak cukup besar dan menyerupai sebuah kolam. Jika kita ingin mengambil air di sini, kita mesti waspada agar tidak tercebur ke pinggiran kolam ini. Hal ini dikarenakan kita hanya dapat mengambil air dari tengah-tengah kolam ini.”

Gbr. Kolam Badak

(Hari Ketujuh) Rabu, 18 Juni 2008

Kolam Badak – Bivak III – Camp Tanpa Nama
Deskripsi Jalur : Kolam Badak – Bivak 3 : Jalur di sini tidak jauh berbeda dengan jalur-jalur sebelumnya, yaitu jalur bervegetasi rapat dengan pohon-pohon melintang. Mungkin hanya di akhir jalur saja yang berbeda, dimana kita akan melewati padang yang cukup landai dan terbuka. Lama waktu yang dibutuhkan dari Kolam Badak ke Bivak 3 kurang lebih 4 jam.

06.00 Bangun tidur, masak, sarapan, beres-beres.
09.30 Berangkat dari Kolam Badak menuju Bivak 3.
13.47 Tiba di Bivak 3. Istirahat makan siang.

Deskripsi Jalur : Bivak 3 – Camp Tanpa Nama : Di sini, kita juga mesti kembali naik-turun punggungan dengan vegetasi yang lumayan rapat. Di samping itu, terdapat sebuah pemandangan yang luar biasa ketika kita melalui beberapa igir-igir tipis, dimana kita akan melihat bagaimana lebatnya hutan pegunungan di sini.

14.30 Berangkat dari Bivak 3 menuju Camp.
16.45 Tiba di Camp Tanpa Nama. Ngecamp.
”Puncak Loser terlihat dikejauhan, semakin membuat kami penasaran untuk menjejaki puncaknya dengan cepat. Ya !! Karena puncaknya seperti misteri yang mesti ungkap. Rasa penasaran ini seolah membuat mental kami kembali kuat, walaupun tubuh kami terlihat layu.”

Gbr. Tanpa Nama

“Jalur dari Kolam Badak menuju Camp cukup berat. Dari Kolam Badak menuju Bivak 3, jalur kembali berisikan vegetasi-vegetasi rapat dan pohon-pohon melintang. Dari Bivak 3 menuju Camp, naik-turun punggungan, igir-igir tipis, sebuah pemandangan yang luar biasa. Camp, lokasinya cukup lebar dan luas. Pemandangan yang tersaji di sini pun sungguh luar biasa. Suhu di sini dapat dikatakan lebih dingin bila dibandingkan dengan tempat ngecamp lainnya, kecuali Kayu Manis 1. Sumber air di sini tidaklah banyak. Hanya berupa genangan air kecil yang tersebar di sekitar lokasi Camp ini.”

(Hari Kedelepan)Kamis, 19 Juni 2008

Camp Tanpa Nama – Bivak Kaleng – Bivak Batu
Deskripsi Jalur : Camp Tanpa Nama – Bivak Kaleng : Jalur di sini masih berupa naik-turun punggungan bervegetasi rapat, pohon-pohon melintang, dan lumut-lumut pegunungan yang tersebar di sepanjang jalur. Lama waktu yang dibutuhkan dari Camp Tanpa Nama ke Bivak Kaleng kurang lebih 2 jam.

06.00 Bangun tidur, masak, sarapan, beres-beres.
09.00 Berangkat dari Camp menuju Bivak Kaleng.
”Dari Camp Tanpa Nama menuju Bivak Kaleng, jalur diwarnai dengan naik-turun punggungan, di sela-sela rapatnya vegetasi. Bivak Kaleng memiliki ruang yang tidak terlalu luas, hanya cukup untuk 1-2 buah tenda. Di sini, terdapat juga beberapa kaleng berkarat peninggalan orang-orang Belanda yang tergeletak begitu saja. Sumber air di sini berupa genangan air yang terletak persis di samping lokasi camp.”
11.10 Tiba di Bivak Kaleng. Makan siang.

Gbr. Bivak Kaleng

Deskripsi Jalur : Bivak Kaleng – Bivak Batu : Naik-turun punggungan, pohon-pohon melintang, dan lumut-lumut yang tumbuh di batang-batang pohon besar masih terdapat di jalur ini. Lama waktu yang dibutuhkan dari Bivak Kaleng ke Bivak Batu kurang lebih 3 jam.

12.00 Jalan dari Bivak Kaleng menuju Bivak Batu.
15.06 Tiba di Bivak Batu. Ngecamp.
”Sementara dari Bivak Kaleng menuju Bivak Batu, naik-turun jalur diramaikan oleh lumut-lumut hijau pegunungan yang tumbuh di batang pohon-pohon besar. Pohon-pohon melintang pun tak terlupakan di jalur ini. Bivak Batu merupakan tempat yang cukup luas untuk membangun camp, cukup untuk 3-4 buah tenda. Di sekitar lokasi camp banyak sekali terdapat batuan vulkanik yang berukuran cukup besar. Mungkin karena terdapat batuan tersebut, maka tempat ini disebut Bivak Batu. Sumber air genangan pun juga terdapat di sini. Bivak Batu ini merupakan camp terakhir kami sebelum mencapai puncak Loser dan Leuser. Di hari ini kita memutuskan untuk melakukan Summit Attack dari Bivak Batu ini menuju kedua puncak tersebut.”